Ketua Umum PDKN : PR Berat dari Presiden Joko Widodo Kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam X
Nusakini.com--Jakarta--Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Dr. Rahman Sabon Nama menyebut penyampaian keikhtiaran terhadap gelagat krisis pangan dan inflasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X) sebagai PR cukup berat.
Pesan tersebut disampaikan presiden dalam suasana pelantikan Sri Sultan HB X dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DIY periode 2022-2027 yang digelar di Istana Negara Jakarta, Senin (10/10-2022).
Kepada Gubernur Sri Sultan dan Wakil Gubernur KGPAA, Presiden Jokowi meminta agar menjaga stabilitas harga pangan dan inflasi di wilayah DIY. “Saya tadi titip kepada beliau untuk urusan yang berkaitan dengan harga pangan dan inflasi supaya menjadikan fokus perhatian,” ujar presiden, dilansir laman Sekretariat Negara.
Presiden menambahkan bahwa harga pangan dan inflasi merupakan dua persoalan yang menjadi tantangan global dan momok bagi setiap negara. Karena itu, presiden menandaskan agar semua harus kompak, bersatu.
“Mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai ke bawah harus . Termasuk semua kementerian/ lembaga, bisa bersama-sama dalam urusan pangan dan inflasi,” ujar presiden.
Rahman Sabo Nama yang juga Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikutura Indonesia (APT2PHI) mengatakan dirinya menaruh perhatian atas permintaan Presiden Jokowi itu.
“Kita harus respek, apresiasi, dan menaruh perhatian serius atas permintaan presiden itu. Tidak saja karena ditujukan kepada YM Sri Sultan HB X dan YM KGPAA Paku Alam X selaku pemimpin daerah. Tapi juga kepada semua pemimpin daerah semua tingkatan,” kata Rahman, Senin petang (10/10-2022).
Akan tetapi menurut telaahnya, permintaan presiden itu dapat terkendala oleh kebijakan bahkan strategi operasional pengendalian harga pangan. “Sehingga realisasi atas permintaan Presiden Jokowi menjadi muskil dilaksanakan,” kata Rahman.
Faktor kemuskilan, katanya, pertama adalah korupsi yang merajalela hampir di semua tingkatan pemerintahan dengan pemberantasan yang pandang bulu.
Kedua, lanjut Rahman, adanya manuver kelompok tertentu, para oligarki pangan, yang memiliki hak istimewa (vested interest) dengan elite kekuasaan dan elite Parpol untuk dapat menentukan harga lebih tinggi atau lebih rendah.
“Bukan harga sebenarnya yang jauh lebih besar dari manfaat stabilisasi harga itu sendiri, lantaran dipengaruhi kepentingan-kepentingan khusus,” beber Rahman.
Alumnus Lemhanas RI ini mencontohkan kelangkaan minyak goreng dan harga gila-gilaan yg sulit dijinakkan pemerintah. Kecuali itu, menurutnya, pengendalian inflasi dan stabilisasi harga terbentur pula oleh faktor keterbatasan anggaran walau bersifat sementara.
Dari berbagai observasi lapangan yang dilakukan APT2PHI yang dipimpinnya, pria asal NTT ini menjelaskan bahwa penyebab inflasi utama adalah pengaruh moneter. Dimana, peningkatan volume peredaran uang yang sangat tinggi tetapi tidak proporsional.
“Peredaran uang itu dengan barang dan jasa yang tersedia tidak berbanding imbang, sehingga harga barang dan jasa semakin tinggi tidak terkontrol. Jadi, faktor terkuat penyebab inflasi adalah moneter,” kata Rahman.
Dia mengatakan, perhitungan angka inflasi di bidang moneter tidak tercermin dalam angka-angka yang dipublikasikan pemerintah. Akan tetapi jelas bahwa penyebab inflasi berawal dari sektor moneter yang tidak diimbangi dengan sektor ril.
Selain itu, imbuhnya, juga disebabkan oleh agregat yaitu peningkatan permintaan tidak diimbangi dengan meningkatnya kapasitas ekonomi sehingga harga barang dan jasa akan naik.
Lebih jauh Rahman mengakan bahwa faktor kenaikan harga barang impor /import inflation ikut mempengaruhi harga barang dalam negeri karena untuk menghasilkan barang dibutuhkan bahan baku impor.
Dan, imbuhnya, impor mahal karena mata uang rupiah mengalami depresiasi hingga hampir menyentuh Rp 16.000 yaitu Rp.15.436 per US Dollar, yang juga tidak terlepas dari neraca perdagangan Indonesia yang terus tekor, memicu laju inflasi.
Rahman pun mengingatkan pemerintah akan menghadapi tantangan sangat berat akibat kenaikan BBM sehingga mendorong kaum buruh menuntut kenaikan penerapan upah minimum regional (UMR) .
Tuntutan buruh tanpa diikuti dengan pertumbuhan produktivitas, ujarnya, akan menyulitkan dunia usaha dan pemerintah, karena situasi ini mendorong kenaikan harga sehingga terjadi naiknya inflasi cost dan kemungkinan akan terjadi PHK besar besaran.
Oleh karena itu, Ketua Umum PDKN ini mengatakan, partainya memberikan solusi penyelamatan ekonomi untuk menekan laju inflasi dan peningkatan harga komoditi pangan strategis pada pemerintah, yaitu:
Pertama, Tarif Bea Masuk (BM)/BMT (Bea Masuk Tambahan) untuk komoditi gandum,kedelai,bungkil kedelai,beras,gula dan minyak goreng non CPO (minyak goreng dari kedelai dan bunga matahari) diturunkan BMnya agar harga pangan hasil industri tidak berdampak pada kenaikan dan gejolak inflasi.
Kedua : agar beras merupakan komoditi strategis yang memiliki permintaan inelastis menjadi dasar prioritas bagi pemerintah untuk tetap mengendalikan harga.
Dalam kaitan itu, maka Bulog mengemban tugas mengelola manajemen stok karena merupakan inti dari kebijakan stabilisasi harga beras. Bulog harus bisa menguasai stok beras 5-10 persen dari produksi dalam negeri dan mengimpor bila diperlukan.
Keberhasilan pemerintah, ungkap Rahman, bergantung dari Kabulog dalam menentukan ketepatan waktu pengadaan/pembelian dari petani, penguasaan stok, dan pelepasan stok pada waktu yang tepat.
Menurutnya, tugas penting pemerintah dan Bulog adalah terhadap beberapa komoditas yang sangat berpengaruh pada pendapatan petani. Di sini diperlukan perlakuan khusus yaitu kebijakan perlindungan petani dalam negeri dari perdagangan komoditas pangan holtikultura impor.
Sebab, kata Rahman, komoditas pangan strategis ini merupakan kebutuhan sentral rakyat yang sejatinya harus dalam pengelolaan Bulog guna membantu petani agar menjamin kecukupan pangan bagi rakyat Indonesia.(rilis)